Senin, 30 Januari 2012

sejarah tim

Berdiri: 1897
Alamat: C.so Galileo Ferraris, 32 - 10128 Italy
Telepon: +39 011-65631
Faksimile: + 39 011-5119214
Surat Elektronik: ufficiostampa@juventus.com
Laman Resmi: http://www.juventus.com
Ketua: Andrea Agnelli
Direktur: Giuseppe Marotta
Stadion: Juventus Arena, Turin
Sejarah Singkat
Pertama didirikan oleh murid-murid sekolah Massimo D'Azeglio Lyceum di Turin pada 1897, Juventus memiliki nama awal Sport Club Juventus. Baru dua tahun kemudian berganti nama menjadi Foot-Ball Club Juventus.

Namun di tahun 1906, Juventus sudah mengalami perpecahan. Beberapa staff memutuskan meninggalkan Juventus yang kemudian diikuti oleh presiden Alfredo Dick yang kemudian mendirikan klub baru berjuluk FBC Torino.

Merujuk pada sejarah, Juventus adalah klub Italia tersukses. Total 40 tropi dikoleksi dan Juventus adalah salah satu klub terbaik di dunia, dengan mengumpulkan 11 tropi internasional, yaitu rekor sembilan titel kompetisi UEFA dan dua gelar dunia, yang menjadikan mereka sebagai tim ketiga yang paling sering menang di Eropa dan keenam di dunia untuk kompetisi internasional antarklub.

Juventus juga memegang rekor terbanyak di Serie A Italia sebagai tim peraih juara terbanyak dengan 27 gelar dan memegang rekor juara secara berturut-turut, yaitu dari musim 1930/31 hingga 1934/35. Juventus juga memenangi Coppa Italia sebanyak sembilan kali dan sampai saat ini masih memegang rekor kemenangan secara keseluruhan.
Catatan Prestasi
27 kali juara Serie A (1905, 1925/26, 1930/31, 1931/32, 1932/33, 1933/34, 1934/35, 1949/50, 1951/52, 1957/58, 1959/60, 1960/61, 1966/67, 1971/72, 1972/73, 1974/75, 1976/77, 1977/78, 1980/81, 1981/82, 1983/84, 1985/86, 1994/95, 1996/97, 1997/98, 2001/02, 2002/03)

1 kali juara Serie B (2006/07)

9 kali juara Coppa Italia (1937/38, 1941/42, 1958/59, 1959/60, 1964/65, 1978/79, 1982/83, 1989/90, 1994/95)

4 kali juara SuperCoppa Italia: (1995, 1997, 2002, 2003)

2 kali juara Piala/Liga Champions (1984/85, 1995/96)

1 kali juara Piala Winner (1983/84)

1 kali juara Piala Intertoto (1999/00)

3 kali juara Piala UEFA (1976/77, 1989/90, 1992/93)

2 kali juara Piala Super Eropa (1984, 1996)

2 kali juara Piala Interkontinental (1985, 1996)

1 kali juara Trofeo TIM (2009)

skuad juventus

Daftar Pemain & Pelatih
1 Gianluigi Buffon Kiper
24 Emanuele Giaccherini Gelandang
13 Alexander Manninger Kiper
27 Milos Krasic Gelandang
30 Marco Storari Kiper
34 Luca Marrone Gelandang
- Matteo Trini Kiper
46 Matteo Liviero Gelandang
2 Marco Motta Bek
9 Vincenzo Iaquinta Striker
3 Giorgio Chiellini Bek
10 Alessandro Del Piero Striker
6 Fabio Grosso Bek
14 Mirko Vučinić Striker
15 Andrea Barzagli Bek
17 Eljero Elia Striker
19 Leonardo Bonucci Bek
18 Fabio Quagliarella Striker
26 Stephan Lichtsteiner Bek
20 Luca Toni Striker
29 Paolo De Ceglie Bek
22 Marco Borriello Striker
5 Michele Pazienza Gelandang
32 Alessandro Matri Striker
7 Simone Pepe Gelandang
39 Alberto Libertazzi Striker
8 Claudio Marchisio Gelandang
40 Leonardo Spinazzola Striker
21 Andrea Pirlo Gelandang
- Ayub Daud Striker
22 Arturo Vidal Pardo Gelandang
- Antonio Conte Manajer/Pelatih
23 Marcelo Alejandro Estigarribia Gelandang


trisula karara reksa

Pada tahun 2009 nanti, saat kursi pemimpin Negara Indonesia sedang mulai diperebutkan. Pada saat itu pula, seluruh kekuatan dari benda bertuah akan menjadi perioritas utama. Namun, hanya ada satu pusaka pilih tanding yang sedang diburu oleh seluruh paranormal sebagai raja dari semua pemimpin gaib, yaitu Trisula Karara Reksa.”
Menyelusuri keberadaan pusaka yang satu ini sungguh teramat sulit karena berada di dasar Laut Kidul. Tepatnya di istana agung Kanjeng Ibu Ratu Laut Kidul, yang ditempatkan di dalam ruangan khusus tingkat ke lima.
Pusaka ini juga sebagai bentuk dari kebesaran kursi para pembesar istana bawah laut maupun Majapahit dan Keraton Solo. Bahkan dalam dunia wayang, pusaka ini digambarkan pada gunungan yang menyerupai bentuk padi atau bentuk rambut bergerigi. Yang artinya, lambing dari kemakmuran, pangkat, kesuksesan, kedudukan dan kepercayaan seluruh wahyabala/lapisan masyarakat luas.
Bercerita tentang karomah atau kesaktian pusaka Karara Reksa, tentu sudah tidak diragukan lagi sebagai tameng dari berbagai ilmu santet, teluh dan sebagainya. Bahkan dalam hal memuluskan suatu jabatan, Syekh Abdul Karim, Benda Kerep (alm) yang semasa hidupnya menjadi guru besar para Habaib se-Indonesia ini pernah berujar;
“Pada masa itu, seorang intelektualis, Ir. Soekarno sebelum menjadi pemimpin negara, meminta pendapat pada Kyai yang satu ini tentang sebuah jalan menuju derajat mulia di tengah banyaknya manusia yang mengharapkan.”
Lalu Kyai tersebut berkata; “Dunia adalah derajat dan derajat adanya di dunia. Keberkahan Allah SWT, yang punya, namun harus dicari pangkal ujungnya. Segala upaya ada jalannya, carilah karomah yang bersifat raja.”
Dengan penghayatan seksama, lalu Ir. Soekarno bertanya kembali, “Dimana gerangan harus ku cari suatu karomah bersifat raja?”
Sang Kyai menjawabnya, “Bersatulah lahir dan batinmu untuk sejalan beriringan, sesungguhnya derajat duniawiyah banyak dimiliki makhluk kasat mata, pintar-pintarlah dalam mencari derajat, karena di tengah derajat akan ada tpu muslihat. Ambillah pusaka raja TRISULA KARARA REKSA. Mintalah izin dari sang murid Nabi Khidir as (yang dimaksud dengan murid di sini adalah Kanjeng Ibu Ratu Kidul) sesungguhnya karomah raja (pusaka raja) ada padanya.”
Lalu Ir. Soekarno pamit mundur diri dari hadapan Kyai kharimatik untuk menjalankan suatu perintah mulia lewat jalan bertirakat. Dalam suatu komptemplasinya, Ir. Soekarno mendapat suatu wangsit untuk bertirakat/bersemedi di puncak Gunung Penjalu, Tasik, Jawa Barat.
Beliau akhirnya datang ke puncang gunung tersebut, tepatnya diatas puncak bebatuan yang bernama Harja Mukti atau Pataka Harja. Lewat amalan dan pelaturan yang diberikan oleh Syekh Abdul Karim. Hari ke-41 dari semedinya di puncak Gunung Penjalu, akhirnya Ir. Soekarno mendapatkan apa yang diinginkannya, yaitu, pusaka KARARA REKSA, yang langsung diberikan oleh Kanjeng Ibu Ratu Kidul sendiri.
Bercerita tentang pusaka, Trisula Karara Reksa, penulis mempunyai kisah tersendiri, yang pada masa itu aku sama sekali tak menyangka, kalau pusaka yang ada di tanganku adalah pusaka nomer satu yang sedang diperebutkan banyak paranormal.
Konon, bermula dari suatu tirakat, saat memperdalam ilmu, Wijaya Kusuma, di salah satu peninggalan bersejarah, yaitu, sebuah rumah tinggal seorang waliyullah sakti, Raden Mas Kuncung Anggah Buana. Tepatnya, berlokasi di desa Trusmi, kecamatan Plered.
Dalam istilah silsilah, tokoh yang satu ini dilahirkan tanpa seorang ayah, pada umumnya. Tapi, dari suatu keajaiban kebesaran Allah SWT, pada ummat/hamba pilihannya seperti kisah, Nabiyullah Isa as.
Nah, sebelum kisah perjalanan hidupku aku lanjutkan, ada baiknya kita tahu, siapa gerangan Raden Mas Kuncung Anggah Buana, agar tidak penasaran akhirnya.
Dalam kisah sejarah, desa Trusmi mengalami masa kekeringan yang begitu panjang. Seorang puteri cantik jelita, Ratu Ayu Roro Jati, selalu bersedih hati dengan keadaan seperti ini.
Beliau sering menyendiri di sebuah taman keputren, sambil menatap tanaman yang tinggal tangkai tanpa satu pun daun yang bertengger diastasnya. Dengan melihat kondisi seperti ini, sang puteri sering menangis sambil melantunkan seuntai kata keprihatinan, diantaranya;
“Wahai Dewata Agung, tidaklah kau turunkan seseorang yang mampu merubah taman kering ini menjadi subur kembali. Sesungguhnya aku hidup tanpa punya kesenangan lani kecuali keasrian tamanku pulih kembali. Wahai Dewata Agung, aku bersumpah dengan segala kerendahan. Siapapun yang mampu menghidupkan taman kesayanganku ini, bila orang itu laki-laki, aku kan jadikan dia suamiku. Tapi bila dia seorang perempuan, akan ku jadikan keluargaku yang paling dekat.”
Pada esok harinya, seorang pemuda yang entah dari mana datangya, dengan kondisi dan mimik wajah kelelahan sehabis perjalanan jauh. Rupanya, langsung beristirahat sambil mandi di pancuran taman keputren Trusmi, yang sedang dilanda kekeringan, pada masa itu.
Dengan rasa tergesa-gesa, pemuda itu langsung menanggalkan bajunya diantara ranting pohon yang sudah teramat kering. Terlihat kesegaran di wajah pemuda itu, setelah merasakan sejuknya air pancuran keputren.
Bertepatan saat pemuda tadi selesai mandi, tanpa disengaja sang Puteri Roro Jati masuk ke dalam taman keputren. Sang puteri langsung terkejut kaget dan juga tercengang takjub. Ya, sang puteri benar-benar terkesima melihat dua hal yang belum pernah dilihatnya semasa hidupnya.
1.                    Di saat pemuda tadi mengambil bajunya yang tergelak diatas ranting kering, tiba-tiba pohon it mengeluarkan daun yang begitu lebatnya serta bermunculan beragam bunga dengan beraneka warna yang sungguh indah dipandang mata, bukan hanya itu saja, seluruh pohon yang ada ditaman semua ikut subur seperti sedia kala.
2.                    Saat berpandangan mata, sang puteri langsung terpesona dengan ketampanan pemuda tadi yang tak lain adalah Sunan Gunung Jati. Konon, saking terpesonanya sampai sang puteri tak sadar kalau betisnya tersingkap lebar-lebar dan pada saat itu Sunan Gunung Jati melihatnya, hingga punya sir kelakiannya.
Dari kejadian itu, Sunan Gunung Jati pergi meninggalkan sang puteri seorang diri masih dalam keadaan terbengong-bengong. Sejak saat itulah, kehidupan sang puteri mulai berubah. Beliau benar-benar jatuh hati pada pemuda yang baru diilhatnya. Ya, tingkah laku sang puteri mulai aneh. Beliau selalu datang dan mencium tanah bekas telapak kaki berdirinya Sunan Gunung Jati di samping air pancuran tamannya.
Empat bulan sejak hadirnya Sunan Gunung Jati dalam pikirannya empat bulan pula sejak tergila-gila dan terus menciumi bekas telapak kakinya, tanpa disadari, beliau akhirnya hamil dengan kebesaran dan keagungan ilmu Allah SWT.
Di saat kandungan telah mencapai 9 bulan, Nyi MAs Ayu Roro Jati, akhirnya melahirkan seorang bayi laki-laki yang memancarkan sinar terang dari wajahnya. Dengan rasa suka cita sang puteri dan ayahandanya langsung datang menghadap Prabu Panatagama/ Sunan Gunung Jati Cirebon, yang konon namanya Sunan Gunung Jati ini sudah ke sohor kemana-mana pada masa itu.
Dihadapan seorang raja Islam Cirebon, ayah dan sang puteri Roro Jati ini menceritakan ikhwal asal-usul hingga akhir kejadiannya. Dengan senyum yang menawan, Sunan Gunung Jati menerima tamunya dengan riang gembira. Dan akhirnya Puteri Roro Jati dinikahinya menjadi salah satu isteri yang paling setia.
Sedangkan sang bayi, Sunan Gunung Jati menamainya dengan sebutan Raden Mas Kuncung Anggah Buana. Konon dalam sejarah Cirebon, Raden Mas Kuncung Anggah Buana menjadi seorang pilih tanding dengan ribuan muridnya yang tersebar di berbagai penjuru angina, diantara murid beliau yang sampai sekarang masih terkenal namanya adalah Kanjeng Ibu Ratu Laut Kidul.
Nah, kita lanjutkan kembali kisah hidupku tentang pusaka Trisula Karara Reksa. Dalam suatu malam, tepatnya selasa kliwon. Malam itu, ruangan paseban Raden Mas Kuncung Anggana Buana, begitu gelapnya karena aliran listeri padam akibat hujan lebat yang sejak sore telah mengguyur daerah Trusmi dan sektirnya.
Mungkin faktor cuaca yang sangat dingin, malam itu tanpa sadar aku terlelap tidur di serambi pintu ukir yang sudah berabada-abad tahun lamanya tidak pernah direnovasi oleh masyarakat setempat. Dan entah sudah berapa jam aku tertidur di tempat itu, tapi yang jelas, aku baru terbangun karena terkejut, tubuhku di lempar oleh seseorang.
Belum lagi rasa terkejutku hilang, tiba-tiba dari dalam pintu ukir, keluar sebuah sinar yang amat terang benderang. Sinar itu lalu berputar mengelilingi tubuhku sampai lima puteran dan seterusnya sinar itu redup lalu jatuh dihadapanku.
Dengan dibantu cahaya senter yang selalu kubawa, benda itu lalu kuambil dan kuperhatikan secara seksama. “Aneh!” pikirku. Benda ini terbuat dari bahan tulang dengan bentuk tujuh tangkai saling menyatu dan semuanya bergerigi seperti bentuk padi.
Tapi bila diperhatikan lagi, benda ini mirip bentuk tombak yang lepas dari gagangnya. Sungguh sangat unik dan belum pernah kulihat sebelumnya. Malam itu juga, aku sudahi tirakatku dengan membawa sebuah kenang-kenangan dari bangsa gaib, yaitu berupa pusaka aneh, menurutku.
Walau dalam suatu kegunaannya dan manfaat dari benda ini sama sekali belum aku ketahui kunci pembukanya. Namun aku patut bersyukur. Sebab, sejak adanya benda ini di rumahku, lambat laun aku mulai kedatangan rizki dari berbagai tamu yang membutuhkan pertolongan supranaturalku.
Bahkan tak tanggung-tanggung, para pengusaha dan pejabat tinggi negara datang pula dengan berbagai persoalan dan masalah yang tentunya sangat privasi. Namun, setengah tahun dari kedapatan benda aneh tersebut, pada suatu hari benda itu kubuang karena suatu alasan.
Lantas, apa yang terjadi setelah itu?………Simaklah terus kisah perjalanan supranaturalku diedisi berikutnya…..
Read More

Trisula Karara Reksa (II)

Dalam penghujung cerita bagian 1, sudah dijelaskan, bahwa pusaka aneh yang berasal dari posaroan, Raden Mas Kuncung Anggah Buana, yang lain adalah pusaka no.1, Trisula Karara Reksa, pada akhirnya setelah setengah tahun ikut bersamaku, pusaka ini kubuang karena suatu alasan yang memaksa.
Lantas…apa yang terjadi setelah itu….?
Kisah dibuangnya pusaka ini bermula dari suatu hasutan dari salah satu masyarakat yang satu profesi sepertiku. Dengan adanya aku, banyak tamu yang datang dari berbagai daerah meminta suatu pertolongan. Orang yang satu ini langsung menunjukkan mimic ketidak sukaannya.
Lewat hasutannya, satu persatu dari masyarakat sekitar mulai terpedaya dan mencemoohku sebagai seorang ahli santet/teluh. Bahkan ucapan miring seperti ini selalu kudengar acapkali ada orang sakit atau terkena musibah, semua akan dikembalikan kepadaku dengan tuduhan, akulah penyebabnya.
Berbulan-bulan hasutan ini terus terdengar dikupingku. Namun seakan tak pernah padam, para tamu yang meminta pertolonganku terus bertambah sepuluh kali lipat dari sebelumnya. Melihat kenyataan seperti ini, aku dihasut lagi dengan modus yang lain. Yaitu, aku dianggap menganut pesugihan lewat pelantara memelihara tuyul.
Pada suatu hari, seiring merebaknya fitnah yang terus terdengar sampai ditelinga keluargaku. Malam harinya, aku bermimpi didatangi empat orang. Dua laki-laki bersorban dan dua perempuan cantik dengan memakai mahkota ratu. Dalam mimpiku, salah satu ratu tadi berkata ;
“Anakku! Jangan kau putus asa karena suatu masalah. Terimalah dengan senang hati dengan datangnya masalah ini. Sesunguhnya sabar dalam menghadapi segala masalah, adalah suatu derajat termulia dihadapan-Nya.”
Lalu sang kakek bersorban meneruskannya;
“Jika kau tak mampu menahan rasa sakit, jangan kau curahkan sakit itu dengan perlawanan. Karena sesungguhnya mengalah demi suatu kebaikan itu lebih mulia dari pada kau melawannya,”
“Diam dan tenang itu lebih mulia daripada gerak membawa malapetaka. Sesungguhnya semuanya adalah permainan rasa (hati) yang mana didalamnya, apabila hati kita menerima adanya masalah. Maka, masalah itu seolah tidak ada. Tapi apabila hati kita tidak menerima segala hal yang berbentuk masalah, niscaya rasa senangpun akan dibuat masalah sendiri.” Tambahnya.
Sejak kejadian mimpi itu, aku mulai banyak intropeksi diri dengan jalan tirakat dan puasa diberbagai tempat posarrean para Waliyullah. Aku mulai jarang dirmah dan selalu bepergian dari satu makam Wali ke makam yang lainnya.
Hingga pada suatu malam, disaat aku pulang dari posaroan seorang wali, Syekh Abdul Latif, kamarku terlihat berantakan dan Trisula Karara Reksa sendiri hilang dari tempatnya.
Dengan penasaran, gundah-gulana, malam itu juga aku mulai mempersiapkan sarana ritual untuk menarik kembali pusaka itu, yang baru saja dicuri. Namun dalam suatu kontemplasi yang aku lakukan, para Abdul Jumud dan para lelembut bangsa laut datang ke kamar dengan membawa pesan;
“Rekanlah kepergian pusaka tatal raja. Mungkin sudah waktunya dia berpisah denagn dirimu. Hanya saja ada satu hal yang harus engkau ketahui, buanglah sejauh mungkin sarung/tempat pusaka tatal raja. Sesungguhnya pusaka itu tidak akan berkaromah apabila tidak disatukan dengan warangkanya.”
Demi menghormati amanat para gaib untuk menyelematkan karomah yang ada pada pusaka itu. Pagi harinya, aku langsung membuang warangkanya di suatu sungai yang bernama, Kali Telgung.
Dua hari kemudian, dari pembuangan warangka pusaka, aku langsung pindah rumah dan ikut ke salah satu pengusaha Chines di Semarang, menjadi supranaturalis pribadinya. Satu tahun aku dikontraknya dan setelah itu hidupku lebih diarahkan ke dunia spiritualis lewat ngarayana keberbagai tempat/makam keramat para sesepuh zaman dahulu.
Diantara tempat keramat yang pernah aku singgahi selama tiga tahun ngarayana, diantaranya; Syekh Tolha (Kalisapu), paserean Kanjeng Sungan Kalijaga (Kalijaga, Cirebon), Pangeran Papak (Garut), Sunan Godog (Garut), Syekh Muhyi (Pemijahan), Syekh Latif dan Syekh Qobul (Kajen), Ki Ageng Sapu Jagat (Cuci Manah), Syekh Manshur (Banten), Pangeran Topak (Matangaji), Habaib Keling (Indramayu), Syekh Majagung (Situmpuk), pertapaan Sunan Gunung Jati dan Mbah Kuwu Cakra Buana (istana pukuwati, Cirebon), dan lain-lain.
Dari kisah perjalanan spiritualisku, tentu banyak fenomena gaib yang membuatku mengenal akan kebesaran Allah SWT, lewat beberapa makhluk lain, seperti bangsa jin dan lainnya. Bahkan dalam kebesaran Af’al yang diciptakan-Nya, aku banyak dihadapkan dalam fenomena alam, kehidupan makhluk kasat mata.
Ternyata, tidak hanya bangsa manusia yang merasakan nikmatnya keindahan alam yang diciptakan oleh Allah SWT. Namun makhluk lainpun tak kalah menikmatinya dengan berbagai keindahan dan keasrian alam yang ada didalamnya.
Lewat kesaksian yang pernah aku alami, konon pada suatu hari, guruku bercerita tentang kehebatan puasaka yang mengandung tujuh unsure limu, bumi, langit, api, angin, cahaya, rasa dan sinar.
Beliau mengibaratkan pusaka ini sebagai sosok ahli ma’rifatullah. Yaitu, satu badan namun menguasai tujuh ilmu Allah SWT. Secara keseluruhan, sang guru menambahkan lagi;
“Pusaka ini hanya ada lima dialam jagat raya, dan semuanya telah dipegang oleh bangsa ahli laut. Diantaranya, Nabiyullah Khidir as (Sulthonul Bahri), Raja Lautan (Sulthonul Ma’), Raja Maimun (Sulthonul Jin), Dewi Cempaka Arum (Ibu Ratu), Dewi Nawang Wulan (Kanjeng Ibu Ratu Kidul).”
Disaat guruku bercerita tentang bentuk yang menjadi cirri khas pusaka yang luar biasa ini, aku sangat terkejut mendengarnya. Sebab, bentuk pusaka yang diceritakan tadi persis seperti pusaka yang dulu aku miliki.
Ya, dari cerita sang guru, akhirnya aku berkisah padanya tentang kejadian 4 tahun yang lalu. Dimana aku pernah memiliki pusaka yang baru saja diceritakan. Dari perjalanan kisahku, sang guru berkali-kali geleng kepala dan terus menyimak ceritaku sampai akhir. Lalu dengan suara lirih, guruk berkali-kali menyebut nama “Karara Reksa”.
Setelah suasana tenang kembali, sang guru mulai melanjutkan ceritanya. Namun tentunya setelah aku berkisah tadi. Sang guru lebih focus bercerita yang diarahkan kepadaku. Diantara cerita beliau tentang pusaka Karara Reksa.
Karara Reksa adalah pusaka pilih tanding yang didalamnya mengandung tujuh kesempurnaan ilmu. Dari tujuh kesempurnaan ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu; raga, sifat dan keyakinan.
Raga
Ilmu yang mempunyai pondasi “bumi sebagai akhlak mulia”, rendah diri, sabar dan bertawaqkal, mengikuti jejak dari Rasululullah SAW.
Sifat
Ilmu yang mengaruh ke sifat baburrahmat (kerohmatan) disini mempunyai tiga unsur, yaitu; langit, api dan angin. Langit, ilmu yang bersifat menengadah dalam suatu doa dari seorang makhluk terhadap Tuhannya. Api, ilmu yang mengarah ke sifat sidadah (semangat) baik dalam mencari sebuah ilmu, duniawiah maupun yang bersifat batin. Angin, ilmu yang mengarah ke sifat derajat, dimana didalamnya telah terkandung keluasan akal yang mengarah keberbagai tujuan hidup yang positif.
Keyakinan
Ilmu yang bersumber dari keyakinan hati lewat suatu pemahaman, keluasan dan penghayatan diri. Lewat karomah pusaka Trisula Karara Reksa, semua ilmu ini ada didalamnya. Nah, keyakinan disini mencangkup 3 unsur, diantaranya; cahaya, rasa dan sinar. Cahaya, penerimaan ilmu bersifat Robbani (ketuhanan). Rasa, penghayatan arti hidup menuju derajat mulia. Sinar, mengenal bangsa malaikat lewat kesidikan/kejujuran hati.
Dari tujuh sumber ilmu yang ada di pusaka Trisula Karara Reksa, akan menyatu dengan pemiliknya seiring satu persatu khodam yang menjaganya memberi kunci pembuka.
Nah, kata sang guru yang langsung menatapku. Sungguh sangat disayangkan pusaka yang seharusnya dijaga sebagai alat bantu menuju ilmu yang lebih tinggi, disia-siakan begitu saja.
Dari penuturan sang guru, aku merasa sangat bersalah bila teringat kejadian 4 tahun yang lalu. Ya, nasi sudah menjadi bubur, mungkin inilah pepatah terakhir yang bisa aku ucapkan.
Sejak penuturan guru tentang cerita, pusaka Trisula Karara Reksa, aku jadi malu untuk bertemu dengan guruku. Ya, aku benar-benar bersalah yang tidak bisa menjaga pemberian bangsa gaib.
Namun, seminggu kemudian, guruku memanggilku dan memerintahkanku untuk meminta maaf kepada Nyimas Ratu Ayu Dewi Nawang Wulan, sebagai hak waris pusaka Trisula Karara Reksa, yang pernah diberikan kepadaku. Guruku berkata;
“Datanglah ke Pelabuhan Ratu. Bawalah sarana yang diperlukan, berdzikirlah disana dengan tujuan meminta maaf. Sesunguhnya pemberian pusaka, Trisula Karara Reksa adalah suatu derajat bagi orang  yang dipilih. Jangan sia-siakan waktu yang sudah terbuang dan jangan terus berdiam diri.
Sesungguhnya, Ratu Ayu Dewi Nawang Wulan, seorang yang dipilih oleh Nabiyullah Khidir as. Jangan sampai terkena marahnya bila hidupmu ingin tenteram.”
Setelah aku diajari tentang cara bertemu dengannya oleh guruku, besoknya aku berangkat menuju Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Bagaimana sesampainya disana…ikuti terus lanjutan yang lebih mendebarkan dikisah berikutnya………BERSAMBUNG MAN…
Read More

Trisula Karara Reksa (III)

Sejak guruku memberi maklumat kepadaku, untuk segera mungkin meminta maaf kepadaku, Ratu Gaib Pantai Selatan. Karena kesalahan yang pernah kuperbuat lima tahun yang lalu. Yaitu, mengabaikan pemberiannya dengan membuang karangka pusaka nomor satu, Trisula Karara Reksa.
Dalam menanggung rasa bersalahku, setelah sang guru mengajarkan tentang kepercayaan sebuah pemberiah, sejak itu pula aku mulai bersemangat dalam hal ilmu supranatural. Intinya, aku ingin menebus kesalahanku ini dengan menemui sang Ratu Pantai Selatan, Ibu Suri Dewi Nawang Wulan.
Dari kesemangatanku, sang guru ilmu supranatural pada saat itu. Alhamdulillah, sang guru tidak tinggal diam. Beliau selalu mengajari tentang segalanya, hingga waktu yang telah ditentukan untuk datang menemui penguasa gaib Pantai Selatan, terlaksana juga.
Tepatnya kamis dini hari, aku mulai berangkat menuju lokasi yang dimana pantai tersebut diyakini sebagai tempat tinggalnya ratu gaib. Setelah menginjak pantai pesisir Pelabuhan Ratu, pertama yang kucari adalah juru kunci yang bernama, Aki Ismail. Lewat seorang tukang ojeg yang biasa mangkal diterminal Pelabuhan Ratu, akhirnya kutemukan juga rumah si Aki tersebut.
Mengapa aku memilih juru kunci yang bernama Aki Ismail? Sebab, sebelum berangkat, guruku pernah berpesan, “Temuilah dahulu juru kunci yang bernama Aki Ismail, mintalah saran kepadanya. Sesungguhnya beliau sangat dekat dengan para penguasa pantai selatan.” Ujar sang guru.
Lewat antrian para tamu yang meminta pertolongannya, aku baru bisa menemui Aki Ismail pada pukul 13.02 wib. Dengan senyum ramah, sang Aki langsung bertanya, “Ananda dari Cirebon, ya?” Aku langsung mengangguk, namun batinku mulai berkata, kok bisa tahu?
Dengan masih tersenyum simpul, sang Aki rupanya memahami apa yang sedang aku rasakan. Beliau langsung membuka percakapan.
“Anakku! Tadi malam itu, Ibu Ratu datang menemui disini. Bahwa nanti besok akan kedatangan tamu yang kuangap sebagai anakku sendiri. Tamu itu berasal dari Cirebon dengan cirri, membawa sarana, madat panjang bergambar dua ekor naga sedang berhadapan,” terang sang Aki.
“Apakah kau bawa benda tersebut?” Jawab sang Aki. Sekali lagi aku mengangguk tak habis pikir dengan apa barusan dikatakan si Aki tadi.
Aku merasa sangat kecil dihadapan sang Aki, yang tahu semua tentang jadi diriku. Dan masalah madat panjang yang barusan dikatakan si Aki, ya, memang aku membawa dari rumah lewat anjuran sang guru.
Singkat cerita, dengan pandangan si Aki. Hari itu juga, aku dan Aki mempersiapkan segala saran yang dibutuhkan untuk ritual nanti malam. Yaitu, berupa satu kambing warna belang talon, sembilan macam buah, dua apel jin, kembang tujuh rupa, jajanan bersifat manis, kayu gahru dan dua macam kemenyan lidi/hio.
Setelah semua sarana sudah terkumpul, selepas shalat Maghrib, kami bersama masyarakat setempat menggelar syukuran dengan memotong kambing tadi dan hanya kepala yang disisakan untuk larungan ritual nanti malam.
Tepat pukul 24.00 wib, aku dan Aki mulai menuju hotel Samudera Bech. Dan yang dituju adalah, kamar 308, yang dipercaya sebagai peristirahatan, Ibu Suri Dewi Nawang Wulan.
Kurang lebih satu jam, kami berdua ritual dikamar itu. Dan selanjutnya, berpindah ritual di areal pantai lepas. Disitu niat kami berdua langsung membuka ritual dan selanjutnya membuang sarana larungan yang sudah kami persiapkan.
Namun, sebelum semua itu terjadi, masih dalam perjalanan menuju bibir pantai, tiba-tiba gulungan ombak yang begitu besarnya menerjang kami hingga semua sarang larungan yang kubawa terlepas, hanyut terbawa ombak yang menurutku begit menakutkan.
Dalam keadaan basah kuyup, sang Aki memberi isyarat untuk terus mengikuti sampai ke bibir pantai. Sambil menggigil kedinginan, aku terus mengikutinya menyelesuri bebatuan yang banyak terdampar sepanjang menuju bibir pantai. Tepat 10 meter dari bibir pantai, kami berdua langsung memgelar ritual diatas batu bear. Ya, malam itu terasa mengerikan bagiku yang baru petama kali menginjak daerah tersebut.
Setengah jam sudah aku mengikuti ritual bersama sang Aki. Dan sejak itu pula hatiku selalu gelisah. Malam semakin larut dan sang Aki mulai menyudahi ritualnya. Betapa bahagianya aku, sebab sebentar lagi aku juga akan menyudahi dan ikut pulang bersama sang Aki, pikirku bahagia.
Namun, jauh dari yang kuharapkan, sang Aki berpesan, “Nak! Ka uterus disini sampai Ibu Ratu menemuimu. Aku masih ada keperluan lain dirumah,” terangnya.
Betapa terkejutnya aku atas ucapan sang Aki tadi. Berarti aku ditinggal sendirian dalam ketakutan yang tak bisa kuceritakan. Malam itu, aku benar-benar stress. Pikiranku kacau dan tak bisa terkonsentrasi dalam ritual yang diberikan oleh sang Aki. Aku benar-benar ciut nyali dan ingin rasanya kabur dari tempat itu.
Dalam rasa takutku yang teramat sangat, tiba-tiba ombak besar datang menghantamku hingga aku terbawa arus yang begitu kuat menyeretku tanpa bisa bernafas, aku langsung tak sadarkan diri.
Ditengah ketidak sadaranku, aku melihat dengan jelas, empat orang dengan mengendarai kereta yang sangat indah datang menghampiriku. Dua diantaranya aku sudah mengenal mereka, yaitu, Bomo dan Nyimas Andini.
Mereka berdua nii adalah sepasang suami isteri yang pernah datang kekamarku, memberkan sebuah batu mustika bergambar macan loreng. Sedangkan dua lainnya yang sudah uzur usia, baru kali ini aku melihatnya. Dalam pengaruh aura yang kuat, aku sama sekali tak bisa menolak ajakannya hingga kita berlima akhirnya pergi sambil menaiki kereta yang begitu indah menuju suatu tempat yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.
Ya, sebuah istana megah dengan arsitektur bangunan yang begitu sempurna. Sambil dikawal empat orang yang menjemputku tadi, aku mulai menuju gerbang pertama yang dikawal empat orang prajurit.
Dengan penuh rasa hormat, para prajurit mempersilahkan kami berlima untuk masuk ke pintu utama, yaitu sebuah pintu jati yang diukir sangat rapi berbentuk pohon hanjuang (nama pohon tersebut0.
Diruangan pertama ini, ribuan gadis cantik menyambut kami berlima dengan tingkah laku yang menggoda sifat kelelakian, mereka tak punya rasa malu dan seolah baru melihat seorang lelaki. Yel-yel kata, kangmas, pangeran, arjunaku dan lain sebagainya, selalu terucap dari bibir mungil mereka.
Dari gelagat mereka yang sangat berani ini, membuat aku sampai bertanya kepada Bomo. Menurut Bomo, “Bahwa Kanjeng Agung Ibu Suri, mempunyai empat golonga/wabyabala dari berbagai makhluk lain alam. Diantaranya, dari bangsa demit, Abdul Jumud, Jien dan manusia.”
Empat golonga ini terbagi menjadi dua macam aliran :
-          Bangsa demi dan Abdul Jumud. Dua golongan ini, disebut sebagai ahli aswad / golongan hitam. Mereka banyak menipu dan menyesatkan bangsa manusia lewat sebuah mimpi. Seperti, mereka datang dalam mimpi seseorang dengan mengaku sebagai Ibu Ratu Laut Kidul, mengatakan bahwa dia adalah isterinya secara batin.
Mereka juga sering kali menipu manusia dengan sebuah iming harta karun, dana goib dan mengatakan bahwa, Andalah manusia yang kuberi amanat sebagai penjaga harta karunku dan lain sebagainya.
-          Jin dan Manusia. Dua golongan ini termasuk ahli abyad / golongan putih. Mereka banyak diperkejakan sebagai piñata ruangan, memelihara taman, menjaga perpustakaan dan lain sebagainya. Intinya, semua golongan ini punya prinsip masing-masing yang saling menjaga satu sama lainnya.
Kembali kecerita tadi, setelah kami (berlima) masuk ke ruangan pertama, keempat orang yang menjemputku langsung menitipkanku keorang Aki-aki yang bernama, Tubagus Moyo. Salah satu dari keempat orang tadi, berbisik ketelingaku, “Cukup aku mengantar sampai disini. Ananda akan dibimbing oleh Tubagus Moyo.” Setelah itu mereka pergi.
Tinggal Tubagus Moyo yang memandangku penuh senyum. “Ananda! Sebelum kamu masuk ke pintu Karara Bumi (pintu ruangan kedua), mari ananda aku ajari ilmu Pangrimo Bumi (diterimanya sebagai keluarga istana Ibu Ratu Agung) diantaranya bunyi ilmu itu sebagai berikut :
“Seniatku ngangga ajiku karara bumi. Wali songo bodah bumi, nunggal ratu alam, girdoh galih tumae. Alam ratu syarat, bumi karara langgeng, kewajibanku moncol, karunia bisor bisa kudu, bisa jagat sewedi, niat ingsun buka alam. Sejatineng semesta pangeran kang duweni. Jaluk pangabaran ing alam tresno kang tak tuju, urip dadi dalan, mati dadi panolong kawula.”
Dalam kesempurnaan ajian ini ada satu ilmu lagi sebagai pembua gerbang gaib, yang diantara ilmu itu bersifat pengendalian diri. Sehingga dimanapun kita ditempatkan, baik dialam nyata maupun dimensi kasat mata. Kita akan tetap merasa tenang. Namun sayang, ilmu ini tidak bisa diijazahkan kepada siapapun juga. Karena bersifat pribadi.
Dari pelaran yang diberikan oleh Tubagus Moyo, aku sendiri akhirnya memahami secara detail tentang ilmu, Karara Sukma Langgeng yang kudapat dari Bapo Awu, sarat masuk keruangan kedua yang bernama Karara Bumi.
Untuk melengkapi kisah perjalananku kali ini, ikuti terus cerita selanjutnya…..
Read More

Trisula Karara Reksa (IV)

Dengan bantuan Tubagus Moyo yang mengajarkan ilmu, Pangrimo Bumi dan pembuka gerbang gaib. Dari ilmu ini akhirnya aku diperbolehkan masuk keruang kedua yang bernama Karara Bumi.
Diruangan ini aku disambut beberapa ahli keraton, diantaranya seorang tokoh sakti zaman Padjajaran, Bopo Awu, namanya.
Konon, dari cerita Bopo Awu sendiri, setelah kita berdua, mulai akrab. Beliau salah satu kepercayaan Prabu Siliwangi semasa hidupnya. Pada masa itu, sebelum raibnya istana Padjajaran.
Bopo Awu ditugaskan Sri Baginda, untuk mendampingi kedua puterinya yang mau berguru kesalah satu tokoh sakti asal Trusmi, Raden Mas Kuncung Angah Buana. Namun, setelah kedua putrid ini tahu, bahwa istana ayahandanya sudah raib, kedua puteri dari sang Prabu Siliwangi, Dewi Nawang Wulan dan Dewi Nawang Sari.
Akhirnya ikut raib pula beserta empat puluh pengikutnya. Salah satunya Bopo Awu sendiri. Mereka kedimensi lain yang kini terkenal sebagai penguasa Pantai Selatan. Dari kedewasaan dan keluasan ilmu yang dimiliki oleh Bopo Awu, Beliau banyak mengajarkan tentang hakikat ilmu supranatural kepadaku, diantaranya ilmu keyakinan.
Sebab, menurut beliau, “Tiada ilmu yang bisa diharapkan menjadi suatu bibit, kecuali dengan keyakinan yang sempurna.”
Tambahnya lagi, “Semua ilmu adalah cahaya yang membentuk kekuatan menjadi suatu karomah/keramat. Tiada ilmu yang bisa dirasakan kalau belum mengenal keyakinan secara pasti. Ilmu tanpa wujud, namun bisa diwujudkan. Ilmu tidak bisa diraba tapi bisa dirasakan. Semua itu berpangkal dari keyakinan yang menunjung diantaranya, tirakat dan beristikomah.”
Bertambah kagumnya aku dengan beliau. Bopo Awu juga mengajarkan ilmu, Karara Sukma Langgeng, yaitu ilmu kesabaran yang berasal dari unsur air. Diantara bunyi ilmu ini sebagai berikut…
“Ya Rasulullah 4x. Dzat Nur, karara sukma langgeng. Kasampurna dzat alam makhluk kacipta fana. Solawat kang bahu rekso, syafaat kang ngadusi ati. Begjo mulyo kasebat karara sukma langgeng. Turu dadino banyu. Tangi dadino pangeling. Ucap dadino derajat. Meneng dadino pangkat. Ya salam 9x (jangan bernafas).
Assolatu wassalamu ‘alaika ya sayyidi ya rasulullah khud biyadi khoddokot khilati adrikni. Allhumma solli ‘ala saiyidinal fatihi lima ungliko wal khotimi lima sabako wanna siril hakko bilhakki wal-hadi ila sirotikal mustakim. Dzat nur karara sukma langeng.”
Dari pembedaran isi ilmu ini, Bopo Awu berpsan kepadaku, “Nak! Carilah kesabaran diatas penderitaanmu sendiri. Sesungguhnya sabar dalam dunia manusia, menerima segala cobaan dengan terus berusaha dan semangat hidup.”
Sungguh sangat dalam pelajaran yang diberikan oleh Bopo Awu kepadaku hingga aku merasa malu dan sangat takut, apalagi bila sudah meninggal semua, kesalahanku tentang Trisula Karara Reksa.
Ya, aku benar-benar menangis pada waktu itu. Antara takut dan kebimbangan. Apakah maafku diterima olehnya, terang batinku. Rupanya dari kesedihan hatiku pada saat itu, Bopo Awu benar-benar menyalaminya, hingga beliau mengajakku bersenang-senang kesebuah taman kaputren yang bernama Sulasti Cempaka Seruni.
Taman ini, begitu luas dan sangat indah. Disamping taman terdapat beberapa pohon buah-buahan yang siap petik. Ditengahnya terdapat sebuah joglo yang begitu megah dengan ukiran yang terbuat dari emas dan berlian.
Hampir semua taman ini ditanami pohon cempaka seruni atau menurut bangsa manusia adalah tanaman derajat/bunga pembawa keberkahan. Bunga cempaka seruni sendiri ada dialam nyata ini dan hanya tumbuh satu tahun sekali yaitu, bulan Syawal. Tempatnya hanya ada satu, yaitu pertapaan bekas Ir. Soekarno, bukit Gunung Panjalu (lihat bag – 1).
Setelah dirasa cukup berkeliling ditaman sulastri cempaka seruni, Bopo Awu menyuruhku mandi dipancuran warna. Pancuran ini terdiri dari lima mata air dengan warna yang berbeda. Merah, hijau, biru, pink dan kuning. Dari lima mata air ini, semua ditampung dalam guci besar yang berukiran dua ekor naga. Diguci inilah, Bopo Awu menyuruhku berendam.
Setelah mandi, Bopo Awu mengajakku melakukan ritual disebuah kamar yang didalamnya terdapat dua kursi raja saling bersanding. Disini aku mulai bergetar….ya, aku tak sanksi lagi. Dua kursi ini semua dipahat membentuk Trisula Karara Reksa.
Aku mulai mengucurkan keringat dingin dan pikiranku mulai resah tiada menentu. Disaat kegelisahanku mulai mempengaruhi saraf  otakku, Bopo Awu langsung mendekapku penuh kelembutan dan setelah itu, beliau langsung membuka ritual dengan memakai bahasa kejawen, diantara ritual Bopo Awu saat itu.
“Assalammu ‘alaikum…….wa’alaikum salam. Kaki semoro bumi, nini semoro bumi, kulo haturkan dugi ing panggonan kula niki, sa’ perlu kulo. Kulo nyuwun wayahepun kanjeng ibu nyambut dumaleng pengundang kaulo. Kulo pasrahkan saking keyakinan ing duwur arso. (Undur 3x) tampio dumagi kelawan bungah.”
Amalan ini kuijazahkan pada pembaca sekalian dengan syarat ketentuan, puasalah selama 41 hari. Setiap tengah malam, ritualkan amalan ini sebanyak 666x. Disaat mulai ritual, bakarlah kemenyan/madat gambar dua ekor naga yang bisa dicari ditoko minyak dengan harga berkisar 1,7 juta. Niscaya dari ritual ini Anda akan bertemu langsung dengan sosok penguasa Pantai Selatan.
Kembali Keritual Tadi
Dari ritual ini yang dilantunkan oleh Bopo Awu, tiba-tiba hati dan pikiranku merasa tenang dan tak ada rasa takut sama sekali. Kepasrahan dan rasa yakinku mulai tumbuh, seiring Bopo Awu bertambah keras melantunkan ritual ini.
Selang setengah jam dari ritual ini, tiba-tiba kedua kursi yang ada dihadapanku bergerak dengan hebatnya dan setelah itu seberkas cahaya yang ditimbulkan dari pusaka, Karara Reksa tiba-tiba hadir dan berputar mengelilingi kami berdua sebanyak lima kali putaran, lalu raib entah kemana.
“Anakku! Ibu sudah menunggumu,” terang Bopo Awu menyadarkanku.
Lalu, kamu berdua langsung keluar kamr, dan ternyata disitu sudah ada dua prajurit yang siap mengantar kami. Dari balirung keputren, kami berempat langsung menuju keputren Agung dan diteruskan menuju pasembangan panembahan/ruang Kanjeng Ibu Ratu.
Saat menaiki tangga yang tertutup permadani warna emas kehijauan. Dua prajurit tadi langsung berhenti dan mempersilahkan kami berdua meneruskannya. Saat didepan pintu ukir kuning emas, Bopo Awu langsung bersembah diri dengan posisi duduk sambil kedua tangan terangkat kedepan. Sembah hormat, aku pun mengikutinya sambil menanti apa yang bakal terjadi selanjutnya….
Tiba-tiba pintu terbuka dan ada suara yang menyuruhnya masuk. Setelah Bopo Awu bersembah hormat tiga kali berturut-turut, kami berdua pun masuk kealam ruangan yang sangat indah sekali.
“Selamat datang Anakku!” Suara perempuan yang begitu penuh kharismadan tanggung jawab. Aku hanya mengangguk tanpa berani menatap wajah ibu, yang begitu memancarkan cahaya kewibawaan.
“Yang sudah terjadi, biarlah terjadi. Aku memaafkanmu, Anakku!” Lanjutnya lagi.
“Berbaktilah kepada gurumu dan berjanjilah untuk berhenti dalam duniamu. Bangunlah kuncup dan istirahatkan badanmu ditengah kuncup tersebut. Carilah mahkota diantara tahta dunia. Jangan berbalik menoleh selagi gurumu diam. Kecuali kalau gurumu yang memberi perintah.
Anakku! Amal bukan terlahir karena nama, tapi nama bisa melahirkan beribu amal. Silahkan kau boleh pergi Anakku!”
Sesampainya aku jauh dari kamar Ibu Ratu, aku bertanya pada Bopo Awu tentang maklumat perkataan Ibu Ratu tadi. Lalu Bopo Awu membeberkannya sebagai berikut…
“Menurutlah kamu pada semua perintah gurumu. Berjanjilah dalam hatimu yang sangat dalam. Bahwa setelah kau mampu bikin suatu pesatren untuk kemaslahatan orang banyak, beristirahatlah dalam dunia yang sedang kau jalani (supranatural). Perbanyaklah beribadah dalam bangunan pesantren tersebut. Gunakan waktumu mulai dari sekarang, dan carilah derajat bersifat ukhrowi.
Anakku! Gurumu adalah mursyid yang harus kau patuhi semua ucapannya. Bila gurumu mengijinkan kau menjadi seorang supranaturalis, jalanilah dengan berlapang dada. Tapi bila suatu hari gurumu memberhentikanmu dari seorang supranaturalis, berhentilah dengan rasa ikhlas dan tanpa beban.
Sebab, pahala seseorang bukan karena nama yang tersandang, tapi nama inilah yang harus kau jaga hingga sampai hari pembalasan nanti (kematian)… Sesungguhnya amal yang terbaik untukmu saat ini adalah, perbanyaklah dengan bersodakoh kepada, ibu kandung, guru mursyid, anak yatim dan orang-orang yang sedang zuhud kepada Allah SWT.”
Sejak kejadian ini, aku mulai banyak intropeksi diri dan siap-siap melangkah kesuatu tuuan yang dianggap lebih mulia, tentuya. Semua ini menunggu aba-aba dari guruku yang sejak sedari kecil mengajariku berbagai sifat ilmu, baik yang mengarah kesifat duniawiyah maupun yang bersifat ukhrowi.
Semoga dengan pengalamanku ini, ada hikmah yang bermanfaat untuk para pembaca sekalian